Beranda | Artikel
Mukaddimah Kajian Mukhtashar Shahih Muslim
Senin, 25 Oktober 2021

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam

Mukaddimah Kajian Mukhtashar Shahih Muslim merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Mukhtashar Shahih Muslim yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Ahad, 17 Rabiul Awal 1443 H / 24 Oktober 2021 M.

Mukaddimah Kajian Mukhtashar Shahih Muslim

Kita memulai kajian Mukhtashar Shahih Muslim (مختصر صحيح مسلم) yang ditulis oleh Al-Imam Al-Hafidz Al-Mundziri Rahimahullah. Dimana ini adalah ringkasan dari Shahih Muslim, adapun yang meringkasnya yaitu Al-Imam Al-Hafidz Al-Mundziri.

Biografi Singkat Al-Imam Al-Hafidz Al-Mundziri

Beliau adalah ‘Abdul ‘Adzhim bin ‘Abdul Qawiy bin ‘Abdullah bin Salamah. Kunyah beliau adalah Abu Muhammad. Beliau dilahirkan dari Damaskus pada tahun 581 hijriyah dan wafat di Mesir tahun 656 hijriyah.

Semenjak kecil beliau menghafal Al-Qur’anul Karim. Demikian sejarah para ulama, mereka diwaktu kecil disibukkan dulu dengan menghafal Al-Qur’an. Maka tidak aneh para ulama sudah hafal Al-Qur’an pada umur enam tahun, ada yang tujuh tahun, ada yang dua belas tahun. Hal ini karena memang Al-Qur’an sangat berkah. Orang yang menghafal Al-Qur’an, biasanya Allah berikan kepada dia kemudahan untuk menghafal pelajaran yang lainnya.

Di antara tulisan beliau adalah Mukhtashar Shahih Muslim yang akan kita bahas. Ini adalah ringkasan dari Shahih Muslim. Beliau meringkas Shahih Muslim dengan cara dibuang sanadnya, kemudian dibuang juga hadits-hadits yang terulang.

Mukaddiman Mukhtashar Shahih Muslim

Menit ke-11:51 Beliau meringkas kitab shahih yang ditulis oleh Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi An-Naisaburi Radhiyallahu ‘Anhu dengan harapan bisa memudahkan bagi orang yang ingin menghafalnya. Hal ini karena memang di zaman dahulu menghafal ilmu adalah sebuah keharusan.

Menghafal ilmu sangat dianjurkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bahkan Nabi mendoakan dalam sabdanya:

نَضَّرَ اللَّهُ امْرَءًا سَمِعَ مَقَالَتِي فَوَعَاهَا وَحَفِظَهَا فَأَدَّاهَا كَمَا سَمِعَهَا

“Semoga Allah memberikan cahaya kepada orang yang mendengarkan sabdaku, lalu ia berusaha memahaminya, lalu ia menghafalkannya, lalu ia menyampaikan seperti yang ia dengar.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Hibban)

Maka dalam hal ini kita berlomba-lomba untuk bisa mempraktekkan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan cara kita menghafal Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Lihat juga: Mendengarkan Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Beliau juga berharap ini bisa mendekatkan kepada orang yang ingin membacanya. Beliau menyusun dengan cara agar para penuntut ilmu mudah untuk menemukan hadits di tempatnya. Ringkasan ini walaupun kecil namun sudah mencakup semua yang ada dalam Shahih Muslim.

Kitab Al-Iman

Menit ke-16:45 Iman secara istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yaitu keyakinan dengan hati, ucapan dengan lisan, amalan dengan anggota badan, bertambah dengan menaati Allah, dan berkurang dengan menaati setan. Ini adalah keyakinan Ahlus Sunnah, siapa yang tidak punya keyakinan ini maka dia bukan Ahlus Sunnah.

Contohnya Murji’ah mengatakan bahwa amal tidak mempengaruhi iman. Jadi kalau ada orang punya keyakinan dengan keyakinan yang kuat bahwasanya Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai agamanya, Muhammad sebagai Rasulnya, dan ia mengucapkan dua kalimat syahadat, maka imannya sempurna. Mereka mengatakan bahwa amalan shalih sebanyak apapun tidak menambah keimanan dan kemaksiatan sebanyak apapun -meskipun kekufuran- tidak mempengaruhi iman.

Sementara Khawarij mengatakan amal syarat sah iman secara mutlak. Apabila hilang sebagian amal maka hilang seluruh iman. Ini berakibat mereka mengkafirkan pelaku dosa besar.

Sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini bahwa amal itu berderajat. Yaitu:

Pertama, pokok iman. Disebut pokok iman artinya kalau seseorang kehilangan pokok iman maka kehilangan iman seluruhnya. Contohnya adalah syahadat Laa Ilaaha Illallah. Siapa yang kehilangan ini menyebabkan pelakunya kafir.

Kedua, iman yang wajib. Yaitu amalan-amalan yang sifatnya wajib. Misalnya berbakti kepada orang tua, puasa Ramadhan, meninggalkan maksiat. Jika pelakunya meninggalkan hal ini menyebabkan hilang kesempurnaan iman, tapi tidak hilang iman sama sekali. Siapa yang kehilangan ini menyebabkan imannya tidak sempurna, tapi tidak menyebabkan pelakunya kafir.

Ketiga, iman yang sunnah. Contohnya shalat tahajjud, dhuha, puasa sunnah.  Kalau misalnya ada orang yang tidak melakukan perbuatan yang sunnah, ini  tidak berpengaruh kepada kesempurnaan imannya, tidak ia berpengaruh kepada keutamaan iman.

Yang membagi ini adalah Syaikhul Islam Rahimahullah dalam Kitab Al-Iman karena ber-istinbath dari sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa iman itu ada 70 lebih cabang. Demikian juga Allah menyebutkan dalam Al-Qur’an bahwa iman itu seperti pohon yang ada pokok dan cabang-cabangnya.

Oleh karena itu persamaan aqidah Khawarij dan Murji’ah adalah bahwa iman tidak bertambah dan tidak berkurang. Dua-duanya punya keyakinan bahwa iman tidak bercabang-cabang. Khawarij mengatakan bahwa iman itu satu tidak berbilang-bilang. Maka kalau hilang sebagian iman hilang seluruhnya. Murji’ah juga mengatakan bahwa iman tidak berbilang-bilang. Kalau ada sebagian iman maka ada seluruhnya.

Adapun Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah antara Khawarij dan Murji’ah. Apabila ada sebagian iman tidak menjadikan sempurna dan apabila kehilangan sebagian iman tidak menjadikan hilang seluruhnya.

Bab Awal Iman Adalah Ucapan Laa Ilaaha Illallah

Menit ke-33:03 Beliau membawakan bab ini memberikan isyarat bahwa syarat seseorang yang ingin masuk Islam adalah mengucapkan dua kalimat syahadat. Dan juga Laa Ilaaha Illallah adalah pokok keimanan yang apabila seseorang jatuh kepada pembatal-pembatal Laa Ilaaha Illallah seperti syirik besar, maka itu menyebabkan rusaknya keimanan dia.

Dari Abu Jamrah ia berkata: “Aku menterjemahkan (menjadi perantara) antara Ibnu Abbas dan orang-orang, lalu datanglah seorang wanita bertanya kepada beliau tentang nabidz al-jar (kurma yang direndam dalam bejana). Lalu Ibnu Abbas menjawab: ‘Sesungguhnya utusan Abdul Qais dahulu datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam betanya:

مَنْ الْوَفْدُ؟ أَوْ مَنْ الْقَوْمُ؟

‘Utusan dari mana ini? atau kaum dari mana ini?’

Mereka menjawab: ‘Kami dari kabilah Rabi’ah Wahai Rasulullah.’ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَرْحَبًا بِالْقَوْمِ أَوْ بِالْوَفْدِ غَيْرَ خَزَايَا وَلَا نَّدَامَى

‘Selamat datang para utusan tanpa penyesalan dan tanpa kehinaan.’

Mereka berkata: ‘Wahai Rasulullah, kami datang dari daerah yang jauh sekali. Dan antara kami dan kota Madinah itu ada sebuah perkampungan dari orang-orang kafir Mudhar. Kami tidak bisa mendatangi engkau kecuali di bulan haram. Maka berikan kepada kami sebuah perintah dengan perintah yang jelas dan tegas, yang kami akan kabarkan kepada orang-orang yang ada di belakang kami di kampung kami sana dan kami pun bisa masuk surga dengannya.’

Bagaimana pembahasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian Wudhu Menggugurkan Dosa


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/50930-mukaddimah-kajian-mukhtashar-shahih-muslim/